Skip to main content

BIOGRAFI IMAM MUSLIM IBNI HAJJAJ

MUSLIM IBN HAJJAJ رحمه الله  
Imam Ahli Hadits

oleh: Syifaurrohman


NAMA, NASAB DAN BENTUK TUBUH BELIAU

Beliau adalah Abul Husain Muslim ibn al-Hajjaj ibn Muslim al-Qusyairi an-Naisaburi, penulis kitab Shahih Muslim.
Beliau mengikuti jejak sang alim sebelumnya yaitu al-Imam al-Bukhari, sehingga kitab Shahih al-Bukhari dan Shahih Muslim adalah kitab yang paling shahih setelah al-Qur'an al-Karim. Seluruh kaum muslimin menerima kedua kitab tersebut dengan baik, sebagai rujukan utama untuk mengetahui hadits-hadits Rasulullah صلى الله عليه وسلم.
Beliau adalah seorang yang berperawakan tegap, rambut dan jenggotnya berwarna putih karena beruban, memakai imamah yang menjulur hingga ke bagian pundaknya.
Berkata al-Hakim: "Aku mendengar Abu Abdirrahman as-Sulami mengatakan: Aku telah bertemu dengan seorang syaikh, yang berwajah tampan, berpakaian bersih, memakai sorban yang menjulur hingga ke pundaknya, imam bagi seluruh manusia, beliaulah al-Imam Muslim ibn al-Hajjaj."[1]


PUJIAN PARA ULAMA' KEPADA BELIAU

Berkata Ahmad ibn Salamah: 'Aku melihat Abu Zur'ah dan Abu Hatim ar-Razi (ahli hadits ternama) mereka berdua selalu mendahulukan al-Imam Muslim dalam penilaian atas sebuah hadits shahih daripada para ulama' sezamannya."[2]
Berkata Abu Quraisy al-Hafizh: 'Aku mendengar Muhammad ibn Basyar mengatakan: 'Imam dunia ada empat orang, mereka adalah Abu Zur'ah di kota ar-Rai, Muslim di Naisabur, Abdullah ad-Darimi di Samarqandi, dan Muhammad ibn Isma'il di kota Bukhara."[3]
Berkata an-Nawawi: "Para ulama' telah ber-ijma' akan kemuliaan Muslim ibn Hajjaj, ketinggian kedudukan beliau, dan di antara bukti akan kebesaran/kemuliaan beliau adalah kitab ash-Shahih (kitab monumental beliau) yang tidak dijumpai sebuah kitab pun yang dapat semisal dengannya, baik sebelumnya atau sesudahnya dalam bagusnya sistematika susunan, pemaparan jalan-jalan hadits tanpa menambah atau mengurangi, hingga sampai pada ucapan beliau ... Muslim ibn Hajjaj adalah salah satu imam besar dalam ilmu hadits, pembesarnya para jawara dalam ilmu ini, tujuan bagi para penuntut ilmu dari seluruh dunia, dan sandaran ilmu dalam setiap zaman."[4]

KITAB SHAHIH MUSLIM

Berkata al-Imam an-Nawawi: "Barangsiapa yang mau meneliti dengan benar kitab Shahih Muslim, mencermati setiap susunan mata rantai sanadnya, keindahan sistematika pemaparannya, kehati-hatian, wara', zuhud dalam periwayatannya, ia akan mengetahui bahwa beliau adalah imam yang tidak ada seorang pun yang dapat mengikuti jejaknya dari orang-orang setelahnya, dan sedikit sekali orang yang bisa menyamainya atau mirip dengannya dari orang-orang sezamannya. Yang demikian itu adalah keutamaan yang Allah عزّوجلّ berikan kepada siapa pun yang Allah عزّوجلّ kehendaki dari hamba-Nya, dan Allah عزّوجلّ adalah Dzat yang Mahamulia lagi Mahaagung."[5]
Berkata al-Hafizh Ibnu Hajar: "Dengan kitab Shahih Muslim tersebut maka beliau telah mendapatkan bagian yang besar yang tidak didapatkan oleh seorang pun semisalnya, karenanya ada sebagian ulama' yang mengatakan bahwa kitab Shahih karya al-Imam Muslim itu lebih utama dari-pada kitab Shahih karya Muhammad ibn Isma'il al-Bukhari, yang demikian didasarkan pada kelebihan kitab Shahih Muslim dari pemaparan sanad dan keindahan susunan, penjagaan lafazh sesuai dengan teks aslinya tidak dipotong-potong, tidak diriwayatkan hanya dengan maknanya, dan sungguh ulama' Naisabur telah mencoba membuat kitab yang semisal itu namun mereka belum dapat mencapainya, maka Mahasuci Allah عزّوجلّ Dzat pemberi anugerah dan kemuliaan kepada siapa pun yang dikehendaki-Nya."[6]

KEJELIAN DAN KETELITIAN BELIAU

Berkata al-Imam an-Nawawi: "Al-Imam Muslim dalam penyusunan kitab Shahih-nya sungguh telah menempuh jalan yang paling tinggi dalam kehati-hatian, wara', dan kemampuan yang sempurna, dan hal itu adalah perwujudan dari sempurnanya pengetahuan beliau dalam ilmu ini, ketelitian yang sangat, yang tidak mampu melakukannya kecuali hanya beberapa gelintir dari ulama' sezamannya, semoga Allah عزّوجلّ merahmati beliau dan meridhainya ... dan aku akan sebutkan sebagian gambaran kecil yang menunjukkan kecermatan beliau dalam memaparkan setiap hadits, dan hal itu hanya akan terlihat bagi siapa pun yang mau mencermati kitab beliau secara detail sehingga ia akan mengetahui kelihaian beliau dalam ilmu ini, dan penguasaan terhadap berbagai bidang dan cabang dalam ilmu ini, seperti ilmu fiqih dan ushul fiqih, ilmu bahasa Arab, nama-nama rijal (perawi) hadits, ilmu sejarah, dan kepelikan ilmu sanad yang semua itu dapat difahami dengan baik oleh al-Imam Muslim, dan di antara bentuk ketelitian beliau dalam periwayatan, beliau membedakan pengungkapan antara حَدَّثَنَا dengan أَخْبَرَنَا karena ungkapan dengan حَدَّثَنَا itu haruslah disyaratkan bahwa seorang rawi tersebut benar-benar mendengar hadits itu langsung dari gurunya, sedangkan ungkapan dengan أَخْبَرَنَا adalah bila hadits itu dibacakan kepada gurunya, dan ini pula madzhab dari al-Imam asy-Syafi'i dan mayoritas ahli ilmu di Masyriq (wilayah timur) ..."'[7]

ANTARA SHAHIH AL-BUKHARIDAN SHAHIH MUSLIM

Telah terjadi perselisihan di antara para ulama', manakah di antara kedua kitab tersebut yaitu kitab Shahih al-Bukhari dan Shahih Muslim yang lebih utama.
Berkata al-Imam an-Nawawi: "Para ulama' telah bersepakat bahwa kitab yang paling shahih setelah Kitabullah (al-Qur'an al-Karim) adalah kitab Shahih al-Bukhari dan Shahih Muslim, dan umat pun secara sepakat menerima kedua kitab Shahih tersebut dengan baik, meski kitab Shahih al-Bukhari itu lebih utama dari kitab Shahih Muslim, lebih mencakup faedah-faedah dan pengetahuan-pengetahuan baik yang tampak maupun yang tersembunyi, dan al-Imam Muslim sendiri pun adalah di antara ulama' yang mengambil manfaat dari kita Shahih al-Bukhari, dan beliau juga mengakui bahwa kitab Shahih al-Bukhari adalah kitab yang tidak ada duanya di dunia ini dalam ilmu hadits, dan ini pula pendapat mayoritas dari para ulama', meski ada sebagian para ulama' seperti al-Hafizh Abu Abdillah ibn ar-Rabi' dan sebagian ulama' Maghrib yang berkata sebaliknya, bahwa kitab Shahih Muslim itu justru lebih utama dari Shahih al-Bukhari, namun pendapat pertama itu lebih mendekati kebenaran."[8]
Berkata Syaikhul Islam: "Para ulama' telah bersepakat bahwa al-Imam al-Bukhari lebih mulia dari al-Imam Muslim dari sisi ilmu, dan lebih faham tentang ilmu hadits, bahkan al-Imam Muslim adalah murid beliau, yang mengambil faedah ilmu dari beliau dan mengikuti jejak beliau, sampai-sampai al-Imam ad-Daruquthni mengatakan: 'Seandainya tidak ada al-Bukhari maka tidak ada Muslim.'"[9]
Kesimpulannya: Masing-masing memiliki kelebihan, meski secara umum kita katakan bahwa Shahih al-Bukhari tentu lebih mulia dari Shahih Muslim. Apabila dilihat dari sisi hadits-haditsnya maka hadits-hadits dalam Shahih al-Bukhari lebih kuat dari Shahih Muslim, karena al-Imam al-Bukhari mensyaratkan bahwa para perawinya adalah para perawi yang tsiqah yang kuat hafalan dan harus diyakinkan mereka telah bertemu.  Namun, bila dilihat dari sisi keindahan sistematika dan metode susunan maka kitab Shahih Muslim lebih bagus dan lebih mudah difahami oleh para penuntut ilmu, karena hadits yang beliau paparkan sesuai dengan bab-babnya tidak dipotong-potong namun sesuai dengan teks aslinya. Karenanya, dahulu dikatakan:
تَشَاجَرَ قَوْمٌ فِي البُخَارِي وَمُسْلِمِ
لِأَيِّهِمَا فِي الْفَضْلِ كَانَ التَّقَدَّمُ
فَقُلْتُ لَقَدْ فَاقَ الْبُخَارِي صِحَّةَ
كَمَا فَاقَ فِي حُسْنِ الصِّنَاعَةِ مُسْلِمِ
Telah berselisih suatu kaum tentang al-Bukhari dan Muslim
siapakah dari keduanva yang lebih utama
Aku katakan, al-Bukhari lebih tinggi tingkat keshahihan haditsnya
dan Muslim lebih indah penyusunan kitabnya

GURU DAN MURID BELIAU

Beliau mengambil ilmu dari para ulama' senior sebelumnya dan para ulama' ternama sezaman-nya. Beliau melakukan rihlah (menempuh perjalanan panjang unruk mencari ilmu) ke Iraq, ke negeri Hijaz, Syam, Mesir, dan lainnya, selain kepada al-Imam al-Bukhari beliau juga menimba ilmu kepada Yahya ibn Yahya an-Naisaburi, Qutaibah ibn Sa'id, Ishaq ibn Rahawaih, Muhammad ibn Mihrah, Ahmad ibn Hanbal, Ibrahim ibn Musa al-Farra', dan para ulama'-ulama' lainnya di berbagai daerah.
Di antara murid-murid kenamaan beliau adalah Muhammad ibn Abdil Wahhab al-Farra' dan Ali ibn al-Hasan ibn Abi Isa al-Hilali, keduanya adalah murid senior beliau, Shalih ibn Muhammad, Ahmad ibn Maslamah, dan Ahmad ibn al-Mubarak mereka adalah sahabat-sahabat karib beliau dan masih banyak lagi murid-murid beliau yang lainnya.

BUAH KARYA BELIAU

Berkata al-Imam an-Nawawi: 'Al-Imam Muslim telah menulis beberapa kitab terpenting dalam bidang ilmu hadits, di antaranya yang paling monumental adalah kitab Shahih-nya yang Allah عزّوجلّ telah berikan karunia yang sangat banyak, yang memberikan manfaat sangat besar kepada kaum muslimin, tidaklah ada seorang muslim pun melainkan ia akan menyebut kitab tersebut dengan sebutan yang baik, memberikan pujian dan sanjungan hingga hari kiamat, kemudian kitab al-Musnad al-Kabir 'ala Asma' ar-Rijal, kitab al-Jami' al-Kabir 'ala Abwab, kitab al-'llal, kitab Auhamul Muhadditsin, kitab at-Tamyiz, kitab Man Laisa Lahu Illa Rawin Wahid, kitab Thabaqat Tabi'in, kitab al-Muhadramin, dan yang selainnya."[10]



WAFAT BELIAU

Berkata al-Hafizh adz-Dzahabi: 'Al-Imam Muslim meninggal dunia pada bulan Rajab, tahun 261 H di kota Naisabur, dalam usia 53-an tahun.
Dan telah disebutkan bahwa ada sebuah kisah dari sebab kematian beliau sebagaimana yang disebutkan oleh al-Khathib dalam Tarikh-nya dari Ahmad ibn Salamah, beliau mengatakan: Suatu ketika al-Imam Muslim tengah menggelar sebuah majelis untuk mudzakarah (mengulang hafalan hadits), tiba-tiba disebutkanlah sebuah hadits yang beliau tidak mengetahuinya, lalu beliau pun segera pulang ke rumahnya untuk mencari hadits tersebut, beliau menyalakan lampu seraya mengatakan kepada keluarganya: 'Jangan ada seorang pun yang menemuiku', kemudian ada yang memberitahukan kepada beliau bahwa ada seorang yang telah datang dan memberi hadiah sekeranjang atau sebakul kurma, maka beliau mengatakan: 'Bawalah kurma tersebut kemari', lalu mereka pun memberikannya, dan beliau terus-menerus mencari hadits sambil mengambil kurma itu satu demi satu hingga datanglah waktu Shubuh habislah seluruh kurma dan beliau pun menemukan hadits yang beliau cari. Berkata Abu Abdillah al-Hakim: 'Beliau meninggal dunia karena sebab tersebut.'"[11]
Akhirnya, semoga Allah عزّوجلّ merahmati kita semua dan juga merahmati al-Imam Muslim ibn Hajjaj, imam ahli hadits dunia, dan memberikan rahmat-Nya kepada kita dan juga kepada beliau, menempatkan beliau pada kedudukan yang tinggi di sisi-Nya, serta mengumpulkan kita semua di surga-Nya yang tinggi. Amin Wallahul Muwaffiq.[]




[1]     Siyar A'lam an-Nubala' 12/566.
[2]     Tarikh Baghdad 13/101.
[3]     Min A'lam as-Salaf: 420.
[4]     Muqaddimah Shahih Muslim 1/10.
[5]     Muqaddimah Shahih Muslim 8/11.
[6]     Tahdzibut Tahdzib 10/114.
[7]     Lihat Muqaddimah Syarh Shahih Muslim 1/43-44.
[8]     Min A'lam as-Salaf: 428.
[9]     Tarikh Baghdad 20/183.
[10]    Tahdzibul Asma' wal Lughat 2/91.
[11]    Al-Jarh wat Ta’dil 4/102.

Comments

Popular posts from this blog

Masalah fiqih kontemporer

Masalah-masalah Fiqh Kontemporer dan Cara Menjawabnya oleh Para Ulama Serta Sumber Hukumnya   Pertanyaan 1 : Apakah memakai cadar itu bid’ah? Jawaban: Pada  kenyataannya,  mengidentifikasi   cadar   sebagai bid’ah  yang  datang  dari luar serta sama sekali bukan berasal  dari  agama  dan  bukan  dari  Islam,   bahkan menyimpulkan  bahwa  cadar masuk ke kalangan umat Islam pada zaman kemunduran yang parah, tidaklah  ilmiah  dan tidak  tepat sasaran. Identifikasi seperti ini hanyalah bentuk perluasan yang merusak inti persoalan dan hanya menyesatkan  usaha untuk mencari kejelasan masalah yang sebenarnya. Satu hal yang tidak akan disangkal oleh siapa pun  yang mengetahui sumber-sumber ilmu dan pendapat ulama, bahwa masalah tersebut merupakan masalah khilafiyah. Artinya, persoalan   apakah   boleh  membuka  wajah  atau  wajib menutupnya – demikian pula dengan hukum  kedua  telapak tangan  adalah masalah yang masih diperselisihkan. Masalah ini masih diperselisihkan oleh

Counter Legal Draft Kompilasi Hukum Islam (CLD-KHI) dari Perspektif Politik Hukum di Indonesia1

Counter Legal Draft Kompilasi Hukum Islam (CLD-KHI) dari Perspektif Politik Hukum di Indonesia1 Abstrak             Memanfaatkan perspektif politik hukum, artikel ini membahas tentang CLD-KHI (Counter Legal Draft Kompilasi Hukum Islam-) diatur oleh Kelompok Kerja Pengarusutamaan Jender Departemen Agama RI tahun 2004. CLD berisi usulan revisi peraturan hukum keluarga di Indonesia yang diformat dari perspektif demokrasi, pluralisme, hak asasi manusia dan gender dalam konteks masyarakat Indonesia. Konsep ini telah menyebabkan pro dan kontra di antara anggota masyarakat. Lawan umumnya berasal dari umat Islam kelompok yang menjunjung tinggi agenda pelaksanaan syariah, sementara para pendukung datang dari msulims kelompok yang mempromosikan kesetaraan dan keadilan gender, hak asasi manusia, demokrasi dan pluralisme. Mayoritas ntellectuals akademik menghargai konsep dengan kesepakatan mereka pada beberapa titik dalam konsep. Penolakan draft adalah hasil dari penggunaan perspektif aneh da

Penafsiran Hukum Pidana

PENAFSIRAN HUKUM Penafsiran hukum atau interpretasi adalah menentukan arti atau makna suatu teks atau bunyi suatu pasal berdasar pada kaitannya [1] . Hukum harus ditegakkan di tengah-tengah masyarakat, dan dalam upaya penegakkan hukum itu hakim sebagai penegak hukum akan dihadapkan pada pelbagai kaidah, baik yang tertulis maupun tidak tertulis. Hukum yang dikodifikasikan umumnya bersifat statis . Ketidaksempurnaan  dan ketidaklengkapan senantiasa menjadi hukum tertulis, sekalipum kodifikasi telah diatur sedemikian rupa. Hal ini di sebabkan oleh adanya hal-hal yang tidak atau belum terjadi pada waktu kodifikasi seperti aliran listrik  yang ada sekarang. Dengan demikian aliran listrik yang dikontrol tanpa izin dikatakan sebagai pencuri,yang diatur dalam pasal 362 KUHP pidana [2] . Dalam menjalankan tugasnya, hakim harus berpedoman kepada kodifikasi agar mendapat kepastian hukum.dalam hal ini, Indonesia menggunakan aliran Rechtsvinding berarti hakim memutuskan perkara berpegang pada Un