Skip to main content

Definisi Walimah AL- Ursy dalam Kajian Teori Adat



1.        Definisi Walimatul ‘Ursy
Islam telah mensyari’atkan kepada kita semua untuk mengumumkan sebuah pernikahan. Hal itu bertujuan untuk membedakan dengan pernikahan rahasia yang dilarang keberadaannya oleh Islam. Selain itu, pengumuman tersebut juga bertujuan untuk menampakkan kebahagiaan terhadap sesuatu yang dihalalkan oleh Allah SWT kepada seorang mukmin, sebab dalam pernikahan dorongan nafsu birahi menjadi halal hukumnya. Dan dalam ikatan itu juga, akan tertepis semua prasangka negatif dari pihak lain. Tidak akan ada yang curiga, seorang laki-laki berjalan berduaan dengan seorang wanita.
 Hal yang mungkin terjadi jika tidak diikat dengan tali pernikahan adalah bisa menyebarkan fitnah yang sangat besar. Itulah sebabnya Allah SWT memerintahkan kepada umat Islam untuk menyiarkan akad nikah atau mengadakan suatu walimah, Agama Islam menganjurkan agar setelah melangsungkan akad nikah kedua mempelai mengadakan upacara yang ditujukan sebagai ungkapan rasa syukur kepada Allah dan ekspresi kebahagiaan kedua mempelai atas nikmat perkawinan yang mereka alami. Upacara tersebut dalam Islam dikonsepsikan sebagai walimah.[1] 
Manfaat walimah adalah agar supaya keluarga, tetangga dan handaitaulan ikut menyaksikan dan mendoakan mempelai berdua.[2] Dalam kitab al-Muhazzab walimah diartikan sebagai makanan yang diperjamukan untuk manusia ada enam, yaitu perjamuan dalam pernikahan, perjamuan setelah melahirkan, perjamuan ketika menyunatkan anak, perjamuan ketika membangun rumah, perjamuan ketika datang dari bepergian dan perjamuan karena tidak ada sebab[3]
Dalam kehidupan sehari- hari kata walimah sering diartikan sebagai pertemuan (jamuan) formal yang diadakan untuk menerima tamu, baik itu dalam pernikahan maupun pertemuan lainya.[4] Secara Epistimologi  menurut Ahmad Al- Khoiyumi Walimah mempunyai arti [5]
اسم لكل طعام يتخد لجمع
Nama Setiap Makanan untuk kumpul- kumpul, sedangkan dari segi terminologi  berarti:
وهي تقع على كل طعام يتخد لسرور حادث من عرش وإملاك وغيرهاز لكن استعمالها مطلقة فى العرش اشهر
yaitu s

 Sedangkan dalam kitab Ianahtut atholibin walimah berasal dari bahasa arabالولم  artinya berkumpul,karena pada saat itu pula manusia berkumpul Maksudnya adalah makanan yang disediakan khusus dalam acara pesta perkawinan. Bisa juga diartikan sebagai makanan untuk tamu undangan atau lainnya.[6] Pengertian walimatul ’urs secara terminologi adalah suatu pesta yang mengiringi akad pernikahan, atau perjamuan karena sudah menikah.[7]
 sedangkang Walimatul ‘ursy terdapat dalam literatur Arab yang secara arti kata berarti jamuan yang khusus untuk perkawinan dan tidak digunakan untuk perhelatan di luar perkawinan. Sebagian ulama menggunakan kata walimah itu untuk setiap jamuan makan, untuk setiap kesempatan mendapatkan kesenangan, hanya penggunaannya untuk kesempatan perkawinan lebih banyak.[8] Walimah nikah atau Walimatul Urs adalah perayaaan pengantin sebagai ungkapan rasa syukur atas pernikahannya, Setelah Imlak, Jadi, pada dasarnya walimah nikah merupakan suatu pengumuman pernikahan pada masyarakat tentang telah resminya sepasang pengantin menjadi sepasang  suami- istri baru.[9] Walimah diadakan ketika acara akad nikah berlangsung, atau sesudahnya, atau ketika hari perkawinan (mencampuri istrinya) atau sesudahnya. Bisa juga diadakan tergantung adat dan kebiasaan yang berlaku dalam masyarakat.[10] Sehubungan dengan walimah, adat kebiasaan masing-masing daerah dapat dipertahankan bahkan dilestarikan sepanjang tidak menyalahi prinsip ajaran Islam. Dan apabila adat kebiasaan yang berhubungan dengan walimah tersebut bertentangan dengan syariat Islam, setuju atau tidak, harus ditinggalkan. Resepsi pernikahan tidak mesti mewah cukup dengan mengundang tetangga, kawan, dan kerabat, untuk makan bersama, sekalipun tidak memakai daging atau lainnya.  Sebab bila tidak di undang akan menyakiti hati mereka.[11]
 Dengan diundurnya resepsi ke beberapa  bulan ke depan dengan dalih agar lebih  meriah,  tentu  hal  ini  sama  dengan mengambil hal yang mubah hukumnya dan meninggalkan hal yang sunnah. Namun demikian, Islam sangatlah bijak. Adat kebiasaan setempat terkadang harus dihormati dan dijadikan sebagai hukum. Bagi orang yang resepsi pernikahannya diundur ke beberapa bulan ke depan dengan dalih adat dan lainnya, hal itu sah-sah saja. Walimah yang dianjurkan Islam adalah bentuk upacara yang tidak berlebih-lebihan dalam segala halnya. Dalam walimah dianjurkan pada pihak yang berhajat untuk mengadakan makanan guna disajikan pada tamu yang menghadiri walimah. Namun demikan, semua itu harus disesuaikan dengan kemampuan kedua belah pihak Rasulullah SAW pernah bersabda mengenai anjuran untuk melakukan walimah walaupun hanya dengan seekor kambing. Sebagaimana potongan hadisnya berbunyi
أَوْلِمْ وَلَوْ بِشَاةٍ 
Artinya: Adakan walimah, meski hanya dengan satu kambing[12]
Islam telah mensyari’atkan kepada kita semua untuk mengumumkan sebuah pernikahan. Hal itu bertujuan untuk membedakan dengan pernikahan rahasia yang dilarang keberadaannya oleh Islam. Selain itu, pengumuman tersebut juga bertujuan untuk menampakkan kebahagiaan terhadap sesuatu yang dihalalkan oleh Allah SWT kepada seorang mukmin, sebab dalam pernikahan dorongan nafsu birahi menjadi halal hukumnya. Dan dalam ikatan itu juga, akan tertepis semua prasangka negatif dari pihak lain. Tidak akan ada yang curiga, seorang laki-laki berjalan berduaan dengan seorang wanita. Hal yang mungkin terjadi jika tidak diikat dengan tali pernikahan adalah bisa menyebarkan fitnah yang sangat besar. Itulah sebabnya Allah SWT memerintahkan kepada umat Islam untuk menyiarkan akad nikah atau mengadakan suatu walimah, bahkan Rasulullah SAW juga berwasiat kepada umatnya untuk mengumumkan acara walimatul ’urs pada khalayak.[13]
At-Tirmidzi telah meriwayatkan sabda Rasulullah SAW sebagai berikut: [14]
حَدَّثَنَا أَحْمَدُ بْنُ مَنِيْعٍ . حَدَّثَنَا يَزِيْدُ بْنُ هَارُوْنَ . أَحْبَرنَا عِيْسَى بْنُ مَيْمُوْنِ أْلأَنْصَارِيُّ عَنِ اْلقَاسِمِ بْنِ مُحَمَّدِ ، عَنْ عَائِشَةَ قَالَتْ : قَالَ رَسُوْلُ الله صَلَّى الله عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَعْلِنُوْا هَذَا النِّكَاحَ وَاجْعَلُوْهُ فِى اْلمَسَاجِدِ وَاضْرِبُوْا عَلَيْهِ بِالدُّفُوْفِ ( رواه الترمذى )

Artinya: ” Ahmad bin Mani’ telah menceritakan pada kami, Yazid bin Harun telah menceritakan pada kami, Isa bin Maimun al-Anshori telah mengkhabarkan dari Qosim bin Muhammad, dari Aisyah berkata: Rasulullah SAW bersabda: umumkanlah pernikahan ini!Rayakanlah di dalam masjid. Dan pukullah alat musik rebana untuk memeriahkan (acara)nya.” (H.R. At-Tirmudzi)

Adanya perintah Nabi, baik dalam arti sunnah atau wajib, mengadakan walimah mengandung arti sunnah mengundang khalayak ramai untuk menghadiri pesta itu dan memberi makanan hadirin yang datang.[15] Jumhur ulama berpendapat, bahwa walimah merupakan suatu hal yang sunnah dan bukan wajib[16] sedangkan menurut ulama’ Zhahiriyah adalah wajib bagi setiap orang yang melangsungkan perkawinan untuk mengadakan Walimatul ‘usry.[17]
Ibnu Taimiyah pernah ditanya tentang walimatul ‘ursy. Beliau menjawab, “ Segala puji bagi Allah. Kalau walimatul ‘ursy hukumnya adalah sunah, dan diperintahkan menurut kesepakatan ulama. Bahkan sebagian mereka ada yang mewajibkan, karena menyangkut tentang pemberitahuan nikah dan perayaannya, serta membedakan antara pernikahan dan perzinahan. sedangkan pendapat dikalangan Syafi’iyah adalah sunnah muakkad[18].   Oleh karena itu, menurut pendapat ulama, menghadiri hajat pernikahan adalah wajib hukumnya jika orang yang bersangkutan ada kesempatan dan tidak ada halangan.[19]
Sedangkan hukum menghadiri undangan, Jumhur ulama penganut Imam Asy-Syafi’i dan Imam Hambali secara jelas menyatakan bahwa mengahadiri undangan ke walimatul ‘ursy adalah fardu ‘ain. Adapun sebagian dari penganut keduanya ini berpendapat bahwa menghadiri undangan tersebut adalah sunnah.[20] Sedangkan dalil hadis yang sudah disebutkan di atas menunjukkan adanya hukum wajib menghadiri undangan. Apalagi setelah adanya pernyataan secara jelas bahwa orang yang tidak mau menghadiri undangan telah berbuat maksiat kepada Allah SWTdan Rasul-Nya SAW.[21]

2.        Konsep  Walimah Ursy Dalam Islam
Suatu amalan akan menjadi sangat berkah ketika dilakukan karena mengharap ridha Allah SWT, termasuk dalam penyelenggaraan acara walimah. Selain itu ada beberapa hal yang harus diperhatikan dalam penyelenggaraan walimah, yaitu:
1.      Sesuai dengan hadits di atas, bahwa undangan tidak boleh dikhususkan terhadap orang-orang kaya saja, sedangkan orang-orang miskin tidak diundang.
2.      Orang yang mengundang untuk walimah jangan sampai melupakan kerabat dan rekan-rekannya. Jika yang diundang hanya sebagiandiantara mereka, tentu akan menyakiti hati sebagian yang lain yang tidak diundang. Dan yang pasti, orang-orang yang shaleh harus diundang, apakah mereka fakir ataupun kaya[22]
3.      Disunnahkan menyelenggarakan walimah dengan menyembelih seekor       domba atau lebih jika memang ada kesanggupan.[23]
4.      Penyelenggaraan walimah ini harus dimaksudkan untuk mengikuti sunnah dan menyenangkan saudara-saudara.
5.      Dalam walimah harus dihindarkan hal-hal yang sudah biasa menyebar pada zaman sekarang, yang diwarnai dengan berbagai kemungkaran dan dosa serta yang jelas diharamka syari’at, seperti meminum jenis-jenis minuman yang memabukkan atau apapun yang diharamkan, dan laki-laki yang bercampur dengan wanita. Artinya tidak berbaur antara tamu pria dan tamu wanita[24]
6.      Menghindari hiburan yang merusak. Contohnya, suguhan acara tarian oleh wanita-wanita yang berbusana tidak sesuai dengan syariat islam, bahkan cenderung mempertontonkan aurat.
7.      Dalam rumah tempat  walimah itu tidak terdapat perlengkapan yang haram. Karena, ketika di tempat terselenggaranya walimah tersebut terdapat perlengkapan yang diharamkan oleh agama, maka acara tersebut sudah tidak sesuai dengan batasan walimah yang dianjurkan oleh agama. Salah-satu contoh dari peralatan tersebut telah dijelaskan dalam hadits Rosul yang artinya: “Dari Hudzaifah Al-Yaman R.A. Ia berkata: Rosululoh S.A.W. bersabda: “ janganlah kamu minum dangan bejana emas dan perak dan janganlah kamu makan dengan piring emas dan  perak, karena Ia untuk mereka (orang kafir) di dunia dan untuk Kamu nanti di akhirat.(muttafaq alaih).[25]





3.  Adab-Adab Dalam Memenuhi Undangan
Ada beberapa adab yang harus diperhatikan dalam memenuhi undangan Yaitu:[26]
1.      Tidak sekedar untuk memuaskan nafsu perut, tetapi harus diniati untuk mengikuti perintah syari’at, menghormati saudaranya, menyenangkan hatinya, mengunjunginya dan menjag dirinya dari timbulnya buruk sangka jika dia tidak memenuhi undangan itu,
2.      Mendo’akan tuan rumah jika sudah selesai makan dan mendoakan kedua mempelai dalam undangan walimatul ‘ursy.
3.    Tidak menghadiri undangan jika di sana ada unsur kedurhakaan,  kemaksiatan, Dan lain sebagainya.[27]



4. Hukum Menghadiri Undangan
Salah satu hak- hak orang Muslim dengan Orang Muslim lainya adalah jika di Undang maka harus dating.            Menghadiri atau memebuhi undangan merupakan suatu yang diperintahkan Rosulullah Saw Sebagaimana disebutkan dalam beberapa hadist berikut:
a.       dari Ali Bin Abdillah bin Ibrohim menceritakan, Rosulullah Saw bersabda:
ائتُوْاالدَّعْوَةَ إذَا دُعيتُمْ
Artinya:… Hadirilah undangan jika kalian diundang. ( HR. Al- Bukhori)[28]
dari riwayat lain dari Abdillah Bin Yusuf  juga menyebutkan:
إِذَا دُعِىَ أَحَدُكُمْ إِلَى الْوَلِيمَةِ فَلْيَأْتِهَا
Jika salah seorang di antara kalian diundang walimah, maka hadirilah.” (HR. Bukhari)

Abu Hurairah mengatakan,
شَرُّ الطَّعَامِ طَعَامُ الْوَلِيمَةِ يُدْعَى لَهَا الأَغْنِيَاءُ ، وَيُتْرَكُ الْفُقَرَاءُ ، وَمَنْ تَرَكَ الدَّعْوَةَ فَقَدْ عَصَى اللَّهَ وَرَسُولَهُ – صلى الله عليه وسلم
Artinya..“Sejelek-jelek makanan adalah makanan pada walimah yang di mana diundang orang-orang kaya saja dan tidak diundang orang-orang miskin. Siapa yang meninggalkan undangan tersebut, maka ia telah mendurhakai Allah dan Rasul-Nya.” (HR. Bukhari)[29].
sedangkan Ulama’ fiqih dari kalangan Imam Syafi’i bahwa menghadiri walimah hukumya fardhu ‘Ain yang wajib dihadiri, kecuali ada udzur- udzur yang dapat menggugurkan kewajiban seraya minta izin pada shohibul hajjah bahwa tidak dapat menghadirinya.[30]
4.  Hikmah Walimah
Adapun hikmah dari disuruhnya mengadakan walimah ini adalah rangka mengumunkan pada khalayak ramai bahwa kad nikah telah terjadi sehingga semua pihak mengetahuinya dan tidak ada tuduhan dikemudian hari. Ulama Malikiyah dalam tujuan untuk mengumumkan perkahwinan itu lebih penting daripada walimah dari menghadirkan dua orang saksi dalam akad perkahwinan.
Satu hal yang harus diketahui bahwa tak satupun ketetapan yang di amanahkan syari’ah yang tak mempunyai hikmah. Dan adapun hikmah ditetapkannya walimatul ursy diantaranya sebagai berikut:
1.      Merupakan rasa syukur kepada Allah SWT.
2.      Tanda penyerahan anak gadis kepada suami dari kedua orang tuanya.
3.      Sebagai tanda resmi akad nikah.
4.      Sebagai tanda memulai hidup baru bagi suami-istri.
5.      Sebagai realisasi arti sosiologi dari akad nikah.
6.      Sebagai pengumuman bagi masyarakat, bahwa antara mempelai telah resmi menjadi suami istri, sehingga mastarakat tidak curiga terhadap perilaku yang dilakukan oleh kedua mempelai

2. Adat Istiadat (‘Urf) dalam hukum Islam
1.        Pengertian adat Istiadat (‘Urf)
Secara umum ( orang- orang awam) istilah hukum adat jarang digunakan yang paling banyak digunakan dalam pembicaraan adalah adat  saja. Dengan menyebut kata “adat” maka yang dimaksud adalah “ kebiasaan” yang pada umumnya harus berlaku pada masyarakat yang bersangkutan.[31] Adat dapat dipahami sebagai tradisi local ( local Custom)  yang mengatur interaksi masyarakat. Dalam ensiklopedi Islam disebutkan bahwa adat adalah mempunyai arti “kebiasaan” dimasyarakat yang telah dilakukan berulang kali secara turun menurun. Kata “adat” disini lazimnya dipakai dengan tanpa membedakan mana yang mempunyai sanksi, seperti “ hukum adat” dan mana yang tidak mempunyai sanksi, seperti disebut adat saja[32].  Bila diperhatikan kedua kata itu dari segi asal penggunan dan akar katanya , terlihat ada perbedaan. Kata ‘ Adat  dari bahasa arab عادة akar katanya adala عاد- يعود yang mengandung arti تكرار ( Pengulangan)[33] Adapun yang dikehendaki dengan kata adat atau tradisi dalam karya ilmiyah ini adalah adat yang tidak mempunyai sanksi, yaitu yang disebut adat saja. Sedangkan Abu Hilal Al As- Kari  menjelaskan perbedaan antara adat dan ‘Urf. kalau Urf hanya dipakai untuk lafadz sedangkan adat dipakai untuk pekerjaan.[34]
            Dalam litelatur Islam, dapat disebut  العا دة atau العرف  yang mempunyai arti adat atau kebiasaan. Menurut abdul wahab Kholaf, “Urf  adalah[35]:
العرف هو ما تعارقه الناس وساروا عليه من قول اوفعل اوترك ويسمى العادة. وفي لسان الشرعيين لا فرق بين العرف والعادة.

Al- Urf adalah suatu yang telah diketahui oleh orang banyak dan dikerjakan o eh mereka, baik itu yang berupa perkataan, perbuatan, ataupun suatu yang lazimnya untuk ditinggalkan. Hal ini dinamakan pula al-‘adah. Sehingga dalam ahli syara’ disana dijelaskan bahwa antara al- ‘Urf dan al-‘adah tidak terdapat perbedaan.

Menurut Al- Jurjaniy yang dikutib oleh Abdul Mujib, al-‘adah  adalah[36]
العا دة ما استمر النا س عليه على حكم المعقول وعادوا اليه مرة بعد اخرى
Al- Adah adalah suatu (perbuatan maupun perkataan) yang terus menerus dilakukan oleh manusia, karena dapat diterima oleh akal dan manusia mengulang- ulanginya secara terus menerus.

Memperhatikan definisi- definisi diatas, dan juga definisi yang diberikan oleh ulama’ yang lain dapat difahami bahwa aL- ‘Urf  dan a-L- ‘adah adalah semakna yang dapat juga berupa perkataan ataupun perbuatan dan secara sederhana dapat dipahami bahwa adat:
a.         Diketahui banyak orang atau masyarakat
b.        Diamalkan secara terus menerus dan berulang kali[37]
2.        Macam- macam adat ( Urf )
Penggolongan macam- macam adat atau urf  itu dapat dilihat dari berbagai segi:[38]
1.      Ditinjau dari segi materi yang biasa dilakukan
a.         ‘Urf Qouli: yaitu kebiasaan yang berlaku dalam penggunaan kata- kata atau ucapan. Seerti contoh kata lahm لحم artinya adalah daging, baik daging sapi, ikan, atau hewan lainya. Pengertian umum lahmun  yang juga mencakup daging ikan ini terdapat dalam Al- Qur’an surat an- Nahl 16: 14
uqèdur Ï%©!$# t¤y tóst7ø9$# (#qè=à2ù'tGÏ9 çm÷ZÏB $VJóss9 $wƒÌsÛ

Artinya: Allah memudahkan laut untukmu supaya kamu dapat memakan ikanya yang segar.(Qs. An- Nahl: 14)[39]
Namun dalam adat kebiasaan berbahasa sehari- hari dikalangan orang arab , kata lahmun itu tidak digunakan untuk “ikan”. Karena itu jika seorang bersumpah, “ demi Allah saya tidak akan memakan daging “, tapi ternyata makan daging ikan, maka menurut adat masyarakat arab, orang ini tidak  melanggar sumpah.[40]
b.                  Urf fi’li atau Amaly: yaitu kebiasaan yang berlaku dalam perbuatan[41] contohnya: kebiasaan jual beli barang barang yang enteng ( murah dan kurang begitu bernilai) tarnsaksi antar penjual dan pembeli cukup hanya menunjukan barang serta serah terima barang dan uang tanpa ucapan transaksi (akad). Hal ini tidak menyalahi aturan akad dalam jual beli.[42]
2.      Dari segi ruang lingkup penggunaanya, ‘Urf  terbagi menjadi dua yaitu:
a.       Urf umum yaitu kebiasaan yang telah umum berlaku dimana mana hamper seluruh penjuru dunia, tanpa memandang Negara, bangsa, dan agama. Contohnya menganggukan kepala tanda menyetujui dan menggelengkan kepala tanda menolak atau tidk setuju.
b.      ‘Urf  khusus yaitu kebiasaan yang dilakukan sekelompok orang di tempat tertentu atau pada waktu tertentu. Tidak berlaku di semua tempat dan sembarang waktu. Contohnya seperti adat walimah yang ada di desa sidokumpul kecamatan sambeng kabupaten lamongan yang mana pelaksanaanya hanya pada musim panen saja.[43]
3.      Dari segi penilaian baik dan buruk, ‘ Adat  atau ‘Urf   itu dibagi menjadi dua yaitu:
a.        Adat Shohih yaitu adat yang berulang- ulang dilakukan, diterima oleh orang banyak, tidak bertentangan dengan agama, sopan santun dan budaya yang luhur.  Umpamanya memberi hadiah kepada orang tua dan kenalan dekat dalam waktu-  waktu tertentu, mengadakan acara halal bihalal  saat hari raya, memberi hadiah sebagai suatu penghargaan atas suatu prestasi.
b.      Adat yang fasid yaitu: adat yang berlaku disuatu tempat meskipun merata pelaksanaanya, namun bertentangan dengan agama, undang- undang Negara dan sopan santun. Umpamanya berjudi untuk merayakan suatu peristiwa, pesta dengan menghidangkan minuman atau makanan haram.[44]
4.      Dalil dan penggunaan ‘Urf  atau ‘Adat  dalam hukum Islam
Para ulama’ usul fiqih sepakat bahwa al-‘ urf  al shahih baik yang menyangkut al- ‘urf al- lafdzhi, al- urfu al- ‘amali maupun menyangkut al- ‘urf amm dan al- ‘urf al- khash dapat dijadikan hujjah dalam menetapkan hukum syara’. Menurut imam al- Qorafi yang dikutip Harun Nasroen menyatakan bahwa seorang mujtahid dalam menetapkan suatu hukum harus terlebih dahulu meneliti kebiasaan yang berlaku di masyarakatstempat, sehingga hukum yang ditetapkan tersebut tidak betentangan atau menghilangkan kemaslahatan yang menyangkut masyarakat tersebut. Dengan mengutip pendapat Imam al- Syathbi (ahli Usul Fiqih Maliki) dan ibnu Qayyum al- Jauzy ( ahli fiqih Hambali) Nasroen juga menyatakan seluruh ulama’ madzhab manerima dan menjadikan ‘urf  sebagai dalil syara’ dalam menetapkan hukum apabila tidak di jumpai dalam suatu nassh yang menjelaskan tentang hukum tersebut atau yang sedang dihadapi. Misalnya, seorang mempergunakan jasa pemendian umum dengan tariff tertentu padahal lamanya ia didalam kamar mandi dan beberapa jumlah air yang terpakai adalah tidak jelas. Sesuai dengan ketentuan hukum syari’at Islam dalam suatu akad, kedua hal ini harus jelas akan tetapi perbuatan seperti itu sudah menjadi kebiasaan masyarakat luas, sehinga ulama’ madzhab menganggap sah akad ini. Alasn mereka adalah adat perbuatan yang berlaku.
                                                          Dari berbagai kasus adat yang dijumpai, para ulama usul Fiqih merumuskan beberapa kaidah fiqih yang berkaitan dengan adat diantaranya adalah.
العادة محكمة
Adat atau kebiasaan bisa dijadikan hukum[45]
Kaidah lain yang berhubungan dengan ‘Urf:
لا ينكر تغيّر الأحكم بتغير الأزمنة والأمكنة
tidak di ingkari perubahan hukum disebabakan perubahan zaman dan tempat
المعروف عرفا كا المشروط شرطا
 yang baik itu menjadi ‘urf, sebagaimana yang disyaratkan itu menjadi syarat
الثابت باالعرف كاالثابت باالنّاصّ
yang ditetapkan melalui ‘urf sama dengan yang ditetapkan melalaui nash (nash atau hadist)

Adat bisa dijadikan sebagai salah satu dalil dalam menetpkan hukum syara’ apabila telah memenuhi Syarat- Syarat sebagai berikut:[46]

1.      Berlaku secara umum
2.      Tidak bertentangan dengan hukum syara’
3.      tidak bertentangan dengan yang diungkapkan secara jelas dalam suatu transaksi
4.      telah memasyarakat ketika pesoalan yang akan ditetapkan hukumnya itu muncul.




[1]Rahmat Sudirman,1999 Konstruksi Seksualitas Islam dalam Wacana Sosial, Yogyakarta:Cv Adiputra. hal. 113
[2] Tuntunan Praktis Rumah Tangga Bahagia, (Badan Penasihat, Pembinaan dan Pelestarian Perkawinan BP4: Provinsi Jawa Timur), hlm.12.
[3] Al-Syairazi, Al-Muhazzab, Beirut : Dar al-Kutub Al-Ilmiah, Juz II, t,th, hal. 476
[4] DEPDIKBUD,1990, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta: Balai Pustaka , hlm. 745.
[5] Ahmad al- khoiyumi, t.t, Al- Misbahul Munir, Bairut:Maktabah al- ilmiyah. hal 672
[6]Slamet Abidin, Fiqih Munakahat. (Bandung : Cv Pustaka Setia, 1999) hlm. 149
[7] Mochtar Effendi,2001, Ensiklopedi Agama dan Filsafat, Palembang: Universitas Sriwijaya, Cet. Ke-1, hal. 400.
[8] Amir Syarifuddin,2006, Hukum Perkawinan Islam di Indonesia, Jakarta: Kencana, hal.155.
[9] M. Nipan Abdul Halim,2010,Membahagiakan Istri Sejak Malam Pertama,cet ke-XIII Yogyakarta: Mitra Pustaka, hal.70
[10] Slamet Abidin, 1999, Fyikhih Munakahat 1, Bandung: CV Pustaka Setia, hal.149
[11] Mahalli mujab,2003,  Menikah engkau menjadi kaya, Yogyakarta: Mitra pustaka, hal 145
[12] Abi Abdillah Muhammad bin ismai’il,2015, Shohih Bukhori, , hal 973
[13] Muhammad Ali Ash-Shabuni, Az Zawaajul Islaamil Mubakkir: Sa’aadah, Terj. Iklilah
Muzayyanah Djunaedi,2001, ”Hadiah Untuk Pengantin”, Jakarta: Mustaqim, hlm. 302.
[14] HR Sunan Tumudzi, juz III, kitab nikah, bab 6, hal 389.  Hadits ini jiga dapat ditemukan dalam redaksi lain, seperti: Ibn majjah di kitab nikah bab 20, dab Ahmad bin hambal juz 4 dan 5
[15] Amir Syarifuddin Ibid,  hal, 157
[16] Syaikh Kamil Muhammad ‘Uwaidah, hal. 516
[17] Amir Syarifuddin Ibid,  hal, 156
[18] Roudhotut tholibin, Juz III, hal 64
[19] Khotib As- Sarbani,1994 Mugni Mughtaz, juz 4 Bairut: darul Kitab Alamiyah, hlm. 404
[20] Ibid hal 404
[21] Syaikh Kamil Muhammad ‘Uwaidah, ibid., hlm. 518
[22] Ibid hal. 405
[23] An- Nawawi, 1991, Roudhlotut Tholibin, Juz 7. cet.3 Bairut: Maktabah Al- Islami. hal 333
[24]Khotib As sarbani, Mughni Mugtaz. hal406
[25] Al-Hafidz Ibnu Hajar Al-Asqalani, Bulughul Maram, Semarang:Pustaka Awaliyah, t.t, hlm.6
[26] Butsainan As-Sayyid Al-Iraqy, 1998, Rahasia pernikahan yang bahagia, Jakarta selatan : Pustaka Azam. hal 82
[27] Syaikh Kamil Muhammad ‘Uwaidah, ibid., hlm. 518
[28]Abi Abdillah Bin Ismail, Shohih Bukhori, hal. 974
[29] Ibid hal. 974
Hadist Mengenai hukum  menghadiri walimah juga dijelaskan dalam Shohih Muslim no.143
[30] Assarkowi,t.t..,t.t.h, Syarah Shohih Muslim Imam Nawawi, Juz 3 hal 277
[31] Hadikusuma Hilman,2003,  Pengantar Ilmu Hukum Adat Indonesia, Cet.II , lampung: Cv. Mandar maju, hal. 8
[32] Ensklopedi Islam,1999, Jilid I,Cet. 3; Jakarta: PT Ichtiar Baru Van Hoeve, hal: 21
[33] Syarifuddin Amir,2009, Usul Fiqih, Cet. V, Jakarta: Kencana perdana media group, hal. 387
[34] Hilal Al- as Kari,1412 H. Mu’jamul Furuq Al- Lughowi. Muassatun Nasr Al- Islami. hal. 345
[35] Abdul Wahab Kholaf, Ilmu Ushul al- Fiqih,,Cet. 12;tt:Al- Nash wal- Tauzik, hal: 89
[36] Abdul Mujib, 1999,  Kaidah- kaidah Ilu Fiqih, cet.3;Jakarta: kalam Mulia, hal: 44
[37] Jalaludin Abdur Rohman,1990, Cet. I, al- Asbah Wan- nadhoir, Bairut: Darul kutub. hal. 92
[38] Syarifuddin Amir,2009, Usul Fiqih, Jilid II (Cet.V; Jakarta: kencana prenada media group, 2009) hal. 389
[39] Al- Qur’an surat an- Nahl: 14
[40] Abdul Wahab kholaf,t.th. Kaidah- Kaidah Hukum Islam Ilmu Usul Fiqih, (Jakarta: Pt. Raja Grafindo persada hal.132
[41] Ibnu Sam’ani,1999, Qothi’ul Al- adillah Fil Usul, Juz I, Bairut: Darul Kutub, hal 193
[42] Hakim Abdul,2008, Mabadi’ Awaliyah, Juz IV, Jakarta: Maktabah Asa’adiyah,hal.36   
[43] Fakhruddin Ar- rozi, Al- Mahshul, t.t.,t.tth, Muassatur Ar- Risalah. hal 296-298
[44] Abdul Wahab Kholaf. Ilmu Fi Usulil Fiqhi, t.t.,t.tth, Darul Kolam, cet- 8, hal. 89
[45] Abdul Hakim, t.t,  Mabadi’ awaliyah, Jakarta, Maktabah As Saadiyah Putra, Hal. 36
[46] Nasrun Haroen, 1997, Usul Fiqih I, Jakarta: Pt Logos Wacana Ilmu, hal 143- 144

Comments

Popular posts from this blog

Masalah fiqih kontemporer

Masalah-masalah Fiqh Kontemporer dan Cara Menjawabnya oleh Para Ulama Serta Sumber Hukumnya   Pertanyaan 1 : Apakah memakai cadar itu bid’ah? Jawaban: Pada  kenyataannya,  mengidentifikasi   cadar   sebagai bid’ah  yang  datang  dari luar serta sama sekali bukan berasal  dari  agama  dan  bukan  dari  Islam,   bahkan menyimpulkan  bahwa  cadar masuk ke kalangan umat Islam pada zaman kemunduran yang parah, tidaklah  ilmiah  dan tidak  tepat sasaran. Identifikasi seperti ini hanyalah bentuk perluasan yang merusak inti persoalan dan hanya menyesatkan  usaha untuk mencari kejelasan masalah yang sebenarnya. Satu hal yang tidak akan disangkal oleh siapa pun  yang mengetahui sumber-sumber ilmu dan pendapat ulama, bahwa masalah tersebut merupakan masalah khilafiyah. Artinya, persoalan   apakah   boleh  membuka  wajah  atau  wajib menutupnya – demikian pula dengan hukum  kedua  telapak tangan  adalah masalah yang masih diperselisihkan. Masalah ini masih diperselisihkan oleh

Counter Legal Draft Kompilasi Hukum Islam (CLD-KHI) dari Perspektif Politik Hukum di Indonesia1

Counter Legal Draft Kompilasi Hukum Islam (CLD-KHI) dari Perspektif Politik Hukum di Indonesia1 Abstrak             Memanfaatkan perspektif politik hukum, artikel ini membahas tentang CLD-KHI (Counter Legal Draft Kompilasi Hukum Islam-) diatur oleh Kelompok Kerja Pengarusutamaan Jender Departemen Agama RI tahun 2004. CLD berisi usulan revisi peraturan hukum keluarga di Indonesia yang diformat dari perspektif demokrasi, pluralisme, hak asasi manusia dan gender dalam konteks masyarakat Indonesia. Konsep ini telah menyebabkan pro dan kontra di antara anggota masyarakat. Lawan umumnya berasal dari umat Islam kelompok yang menjunjung tinggi agenda pelaksanaan syariah, sementara para pendukung datang dari msulims kelompok yang mempromosikan kesetaraan dan keadilan gender, hak asasi manusia, demokrasi dan pluralisme. Mayoritas ntellectuals akademik menghargai konsep dengan kesepakatan mereka pada beberapa titik dalam konsep. Penolakan draft adalah hasil dari penggunaan perspektif aneh da

Penafsiran Hukum Pidana

PENAFSIRAN HUKUM Penafsiran hukum atau interpretasi adalah menentukan arti atau makna suatu teks atau bunyi suatu pasal berdasar pada kaitannya [1] . Hukum harus ditegakkan di tengah-tengah masyarakat, dan dalam upaya penegakkan hukum itu hakim sebagai penegak hukum akan dihadapkan pada pelbagai kaidah, baik yang tertulis maupun tidak tertulis. Hukum yang dikodifikasikan umumnya bersifat statis . Ketidaksempurnaan  dan ketidaklengkapan senantiasa menjadi hukum tertulis, sekalipum kodifikasi telah diatur sedemikian rupa. Hal ini di sebabkan oleh adanya hal-hal yang tidak atau belum terjadi pada waktu kodifikasi seperti aliran listrik  yang ada sekarang. Dengan demikian aliran listrik yang dikontrol tanpa izin dikatakan sebagai pencuri,yang diatur dalam pasal 362 KUHP pidana [2] . Dalam menjalankan tugasnya, hakim harus berpedoman kepada kodifikasi agar mendapat kepastian hukum.dalam hal ini, Indonesia menggunakan aliran Rechtsvinding berarti hakim memutuskan perkara berpegang pada Un